MENOLAK TERGUSUR
“kekerasan ialah ketika kita tinggal diam melihat rumah kita digusur”itulah kira-kira gambaran pemikiran rakyat pandang raya Makassar.
Kasus
Pandang Raya bermula ketika pada tahun 1998 seorang pemodal a.n. Goman Wisan
tiba-tiba menggugat warga dan mengklaim kepemilikan atas tanah seluas 4000 m2
yang dihuni 46 KK. Proses hukum yang timpang dan tidak berimbang menyebabkan
warga diharuskan menerima vonis hukum yang prosesnya tak pernah mereka ketahui.
Eksekusipun berulangkali dilakukan oleh pihak pengadilan. Eksekusi ke-1 pada 12
november 2009, eksekusi ke-2 pada 30 November 2009 dan eksekusi ke-3 pada 23
Februari 2010. Setiap eksekusi yang dilakukan selalu mengalami kegagalan karena
proses putusan pengadilan yang cacat.
Ada beberapa
poin tentang mengapa tanah warga Pandang Raya tak dapat dieksekusi:
- Lokasi yang diklaim oleh pihak penggugat (Persil No. S2 a. SII Kohir No. 2160. C 1. Lokasi Jalan Hertasning Kelurahan Panaikang Kecamatan Panakukang) berbeda dengan Lokasi yang di huni oleh warga yang menjadi tergugat/objek eksekusi (No. Persil S2S1 Kohir 1241C1 Kelurahan Pandang Kecamatan Panakukang). Dan diperkuat oleh surat keterangan Kantor kelurahan Pandang yang ditandatangani oleh lurah terkait (Dakhyal S.Sos) tertanggal 5 Agustus 2009 dengan menyatakan bahwa lokasi yang dimaksudkan berdasarkan Persil dan kohir penggugat (Goman Wisan) berada diantara Jln. Adiyaksa dan Jln. Mirah Seruni (Panakukang Square).
- Pernyataan dalam surat Keterangan oleh camat Panakukang tertanggal 16 Desember 2009 yang ditandatangani oleh camat terkait (A. Bukti Djufri, SP, M.Si) dengan menyatakan bahwa Lokasi pihak penggugat (Goman Wisan) tidak ada dalam buku F di kantor kecamatan Panakukang dan persil Kohir warga berbeda dengan apa yang menjadi objek eksekusi pihak penggugat.
- Klaim Pihak penggugat (Goman Wisan) yang telah melakukan pembelian dan pengukuran tanah bersama pemilik (A.n. H. Abd. Asis Bunta) ditahun 1994 adalah palsu. Karena pemilik tersebut telah wafat ditahun 1993 yang dibuktikan dengan surat kematian A.n. H. Abd. Asis Bunta dari kelurahan Nunukan Barat yang merupakan kediaman pemilik tanah.
- Surat pernyataan kepala BPN A.n. H.M. Natsir Hamzah, MM. tertanggal 28 Desember 2009 yang membenarkan dan menguatkan surat keterangan dari kelurahan Pandang.
- Surat rekomendasi KOMNAS HAM No.727/K/PMT/III 2010 tertanggal 30 Maret 2010 yang meminta Mahkamah Agung RI untuk menindaklanjuti laporan dari LBH Makassar sebagai kuasa hukum AMARAH atas indikasi kesalahan dalam penentuan objek eksekusi.
- Fatwa Mahkamah Agung No. 262/PAN:/145/C/10/FK.PERD tertanggal 20 April 2010 yang meminta PN Makassar selaku eksekutor tanah warga Pandang Raya untuk memperjelas lokasi/objek eksekusi yang dianggap salah alamat oleh penasehat hukum tergugat. Namun rekomendasi tersebut belum dilaksanakan oleh PN Makassar hingga keluarnya surat eksekusi yang ke-4 pada tanggal 12 September 2014.
Berdasarkan
fakta tersebut maka warga Pandang Raya bersama kelompok mmenyatakan
sikap “menolak penggusuran tanah warga Pandang Raya”. Melawan
penggusuran bukan hanya soal berebut tanah apalagi tawar menawar harga, tapi
ini tentang bagaimana hak-hak warga miskin kota dipertahankan dan keadilan
ditegakkan. Tergusurnya tanah mereka akan menjadi bukti bagaimana aparatus
negara dari kepolisian, kejaksaan, Pengadilan, dan birokrasi pemerintahan yang
lain ternyata tak berdaya menghadapi belenggu modal. Maka mari bersama
bersolidaritas untuk melawan penggusuruan tanah warga Pandang Raya.
Sejak 2009,
diawalinya sebuah perang terbuka menghadang perampasan tanah, di Pandang raya,
teror modal, masih menghantui di sepanjang perjalanan perjuangan warga pandang
raya hingga saat ini.
Tidak hanya
menggunakan alat represi negara, kekuatan modal pun menggunakan preman sebagai
alat meneror dan merampas langsung tanah milik warga.
Sejak
sebulan kemarin, preman telah beberapa kali datang meneror warga. Setelah rumah
seorang warga di pandang raya dikuasai oleh preman sebagai akibat dari
melemahnya merosotnya perjuangan politik warga pandang raya yang membuat
seorang warga tersebut memilih menyerahkan rumahnya untuk di kuasai oleh preman
bayaran.
Sejak awal
preman itu menempati rumah salah seorang warga tersebut, warga belum memutuskan
mengambil langkah mengusir preman tersebut. Ketergantungan terhadap pemerintah
setempat membuat warga belum dapat mengambil keputusan sendiri. Tetapi setelah
dibangun konsolidasi rutin, warga akhirnya mengambil keputusan menduduki rumah
tersebut dan mengalihkannya menjadi posko perjuangan.
Setelah
pendudukan beberapa minggu, preman bayaran yang sebelumnya mendiami rumah
tersebut juga berhasil diusir warga bersama beberapa orang partisipan
perjuangan pandang raya. Beberapa kali preman mencoba untuk masuk kembali
dengan berbagai alasan, bahkan pernah sekali salah serang preman datang membawa
istri dengan anaknya, namun upaya preman tersebut kembali digagalkan oleh
warga.
Kedatangan
berikutnya, preman datang dalam jumlah belasan orang. Kedatangan preman membuat
gelisah warga. Konsolidasi informal berlangsung, Warga yang mulai gerah dengan
intimidasi kemudian melakukan perlawanan. Mereka berusaha mengusir preman
hingga akhirnya terjadi aksi saling serang antara warga bersama partisipan
perjuangan pandang raya melawan preman. Penyisiran preman di lokasi warga pun
pun di lakukan, serangan demi serangan di bangun, preman tidak berkutik dan
lari kocar kacir.
Setelah
serangan terhadap preman dibangun warga, polisi yang tiba-tiba datang dengan
kendaraan patroli mendekat kerumanan warga yang telah mengusir preman.
Intimidasi psikologis pun di lakukan polisi, namun intimidasi ini dibalas
warga dengan serangan batu ke arah mobil patroli polisi. Aparat makin represif
dengan menyerang tembakan dan melakukan penangkapan terhadap warga. Di
lengkapi dengan senjata api, beberapa intel polisi yang berada di sekitar
lokasi menembakkan senjatanya ke udara, bahkan sempat mengeker tubuh warga.
Hasil
pengejaran polisi membuat 23 orang warga dan partisipan ditangkap, mereka juga
mengalami kekerasan fisik akibat Hantaman palu, senjata, dan sejumlah pukulan
dan tendangan yang terus menghujam tubuh warga dan partisipan.
Kemarahan
pun berlipat setelah serangan preman dan polisi di pandang raya, terlebih
setelah penangkapan dan penganiyayaan polisi terhadap pejuang yang tertangkap.
Keputusan
memblokade ruas jalan diputuskan, sebagai upaya menghadang ancaman polisi dan
preman yang mencoba kembali masuk melakukan penyerangan terhadap warga, sekaligus
sebagai bagian dari tekanan politik warga untuk membebaskan 23 orang pejuang
yang ditangkap.
Saat petang
menjelang, sekitar puluhan intel polisi yang tersebar di beberapa lorong di
pandang raya sempat mengejar dan menyerang tembakan, tetapi serangan tersebut
berhasil digagalkan oleh kejaran yang di lakukan warga. hujaman batu dan
serangan balik di bangun warga untuk mengusir intel tersebut. Dendam dan
kebencian yang dipupuk pejuang pandang raya melawan ancaman kekerasan
beserta penggusuran memberi energi kepada bambu, balok, dan batu yang memenuhi
sepanjang jalan yang di blokade warga.
Hingga malam
tiba ratusan warga yang tumpah ruah di jalan, menanti perang yang kembali
mekar. Sekitar pukul 7 malam, lampu di areal pandang raya tiba-tiba saja padam.
Kondisi tersebut memaksa warga menyisir kembali kampungnya demi memastikan
tidak ada musuh yang menyusup dan menyerang warga secara diam-diam.
..
Sementara
itu, di Polrestabes dimana 23 orang yang ditangkap kembali mendapatkan teror
dan serangan fisik dari preman. Sebagaian mengalami luka akibat pukulan
dan hantaman benda tajam di bagian wajah dan kepala. Preman leluasa masuk dan
mengintimidasi langsung 23 pejuang di ruangan penyidikan polrestabes memperkuat
indikasi dengan kesaksian warga, menunjukan bahwa polisi dan preman sangat
dekat. Bahkan ada seorang warga yang ditangkap mengakui melihat polisi
diberikan uang oleh seorang kepala preman yang memimpin penyerangan di pandang
raya. Beberapa kawan yang ingin menemui warga dan kawan yang ditangkap juga
dihalangi-halangi masuk.
Pendampingan
hukum bagi 23 orang ditangkap kemudian diupayakan melalui koordinasi dengan
LBH. Dari hasil komunikasi dan negosiasi pengacara LBH bersama pihak
Polrestabes, dan didapatkan informasi bahwa warga dan kawan orang yang
ditangkap dapat segera dibebaskan pada malam tersebut. Pada pukul 22.00 Wita,
Setelah menjalani proses pemeriksaan ke 23 orang tersebut dinyatakan bebas,
namun pada saat mereka ingin meninggalkan polrestabes, puluhan preman yang
berjaga di gerbang menghalang-halangi serta terus melakukan intimidasi bahkan
mengancam ingin menikam jika mereka keluar.
REFORMASI 1998 dan PERISTIWA TRISAKTI
Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi
Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya
demonstrasi
besar-besaran yang dilakukan berbagai organisasi aksi mahasiswa di berbagai
wilayah Indonesia.Pemerintahan
Soeharto semakin disorot setelah Tragedi
Trisakti pada 12 Mei 1998
yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun
meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam
maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya.
Pemerintahan
Soeharto akhirnya jatuh Mei 1998 sehingga Indonesia memasuki tonggak sejarah
baru, yaitu orde reformasi.Jatuhnya rezim Soeharto diawali
krisis moneter
sejak Juli 1997. Mata uang rupiah dan negara-negara Asia Tenggara terpukul. Krisis
moneter tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sangat suram.
Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang ke-6 akhirnya kandas, padahal Soeharto
mencanangkan tahapan “tinggal landas”, dari negara agraris menuju negara
industri kandas pada tahun 1994-1999. Peristiwa yang mempercepat jatuhnya
pemerintahan Orde Baru dan muculnya reformasi adalah presiden Soeharto menghadiri KTT
G-15 di Kairo padahal kondisi dalam negeri sedang krisis.
Pada saat itu semangat perjuangan mahasiswa setelah banyaknya korban dikalangan
mahasiswa yang telah terenggut nyawanya dan juga pidato soerang ayah dan ibu
yang kehilangan anaknya dalam tragedy tersebut mendorong para mahsiswa untuk
terus memperjuangkan hak-hak rakyat dan tindakan kesewenangan yang dilakukan oleh
resim soeharto sehingga setelah pidato tersebut disitul pulalah klimaks
kemarahan mahasiswa bahkan mahasiswi pun ikut turut dalam orasi dan demonstasi
tersebut meski ada kecaman dari instrument Negara agar para kaum hawa tidak
mengikuti orasi dan demonstrasi ke jalan karena tidak mendapat tanggapan
akhirnya aparat menggubris para mahasiswi dengan cara paksa bahkan dengan
menggunakan kekerasasn diseret,ditendang dan di angkut menggunakan mobil patrol,sungguh
MIRIS memang peristiwa pada saat itu
.
Empat mahasiswa
Trisakti pada tanggal 13 Mei 1998 menjadi korban aparat, kemudian dianugerahi
sebagai Pahlawan
Reformasi. Mahasiswa yang gugur dalam peristiwa Trisakti pada
tahun 1998 tersebut adalah Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hadifin Royan, Hendriawan Sie.
Gerakan reformasi yang dimoroti unjuk rasa mahasiswa berhasil memaksa Presiden
Soeharto yang tercatat sebagai presiden terlama selama lebih 30 tahun akhirnya
turun dari jabatannya. Soeharto terpilih untuk ketujuh kalinya pada Sidang Umum
MPR maka ia menjadi presiden tersingkat di dunia yaitu 3 bulan dari Maret
hingga Mei 1998.
1. Adili Soeharto dan kroninya
2. Amandemen UUD 1945
3. Penghapusan dwifungsi ABRI yaitu sebagai hankan dan social abri masuk
desa(AMD)
4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya
5. Supremasi hukum
6. Pemerintahan yang beabs dari KKN (koeupsi, kolusi,
nepotisme)
Gerakan reformasi pun menuntut
pembaharuan lima paket UU politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan,
antara lain UU NO.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
Sebelum Presiden
Soeharto menyatakan berhenti pada 21 Mei, beliau mempidatokan kemundurannya melalui media dan di tonton oleh
rpuluhan bahkan ribuan mahasiswa dan ketika beliau mengatakan mengundurkan diri
pada saat itu pula para mahasiswa sontak bersorak kegirangan Dan berlari ke
ruang lapangan dan melantungksn lsgu sebagai symbol kemenangan dan kebebasan
rakyat atas kesewenangan soeharto dan dengan Tampilnya B.J. Habibie sebagai
presiden RI menggantikan Soeharto adalah konstitusional, dasar hukumnya adalah UUD 1945 pasal 8.
Meskipun Pemilu
tahun 1999 merupakan pemilu pertama masa reformasi yang diikuti
oleh 48
partai politik. Pemerintahan B.J. Habibie berupaya memenuhi
tuntutan reformasi dengan membentuk kabinet yang dikenal dengan nama Kabinet Reformasi
Pembangunan. Provinsi Timor Timur lepas dari NKRI melalui referendum 30 Agustus 1999.
Akhirnya, laporan pertangungjawaban Presdien B.J. Habibie ditolak karena
masalah Timor Timur tersebut.
Minggu,12 Oktober 2014